Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin IV merupakan Sultan Sumbawa XVIII yang dinobatkan pada tahun 2011 dengan tujuan untuk melestarian adat, identitas, dan budaya Tana Samawa. Penobatan ini merupakan keberlanjutan adat istiadat dan budaya Tau ke Tana Samawa dibawah naungan Kesultanan Sumbawa yang telah eksis semenjak tahun 1648. Sebelum menjadi Sultan atau Datu Mutar, nama diri beliau adalah Muhammad Abdurrahman Daeng Rajadewa. Beliau lahir pada tanggal 5 April 1941 dan melalui keputusan adat, beliau langsung dinobatkan sebagai Datu Rajamuda (putra mahkota) Kesultanan Sumbawa. Beliau merupakan anak lelaki dari Sultan Sumbawa XVII, Sultan Muhammad Kaharuddin III (bertahta tahun 1931 – 1959) dengan permaisuri Siti Khadidjah Daeng Ante Ruma Pa’duka (puteri mahkota), putri Sultan Bima XIV, Sultan Muhammad Salahuddin (bertahta 1915 – 1951).
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, pada tahun 1950 melalui Surat Pernyataan (Statement) Bersama Pemerintah Daerah Pulau yaitu Swapraja Sumbawa, Swapraja Bima, dan Swapraja Dompu, menyatakan diri bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan ayah beliau, Sultan Muhammad Kaharuddin III. Bergabungnya Kesultanan Sumbawa dengan NKRI menegaskan bahwa eksistensi kesultanan menjadi simbol identitas dan penjaga marwah Tau Ke Tana Samawa.
Setelah berakhirnya Kesultanan Sumbawa pada tahun 1958, beliau menempuh pendidikan sekolah menengah di Malang dan kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengambil jurusan perbankan dan bisnis. Setelah menamatkan kuliah, beliau menempuh karir sebagai Bankir. Pada tahun 1970, Muhammad Abdurrahman Daeng Rajadewa mempersunting putri dari Karaeng Pangkajene, Andi Bau Tenri Djadjah. Dari perkawinan tersebut, beliau dikaruniai dua orang putri yaitu Daeng Nadya Indriana Hanoum dan Daeng Sarojinni Naidu. Beliau menetap dan berkarir di Jakarta. Meski demikian beliau selalu mengikuti perkembangan Sumbawa dengan menyumbangkan gagasan dan pemikiran.
Revitalisasi Lembaga Adat Kesultanan Sumbawa pada tahun 1994 menjadi Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) dengan struktur baru yang diadaptasi dengan pekembangangan dan kebutuhan zaman. Hal ini merupakan wujud dari luasnya cara pandang dan pemikiran beliau sebagai pewaris Kesultanan Sumbawa.
Pasca Reformasi tepatnya setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, angin segar otonomi daerah mulai diimplementasikan terutama tentang tata kelola daerah mulai dari sumberdaya alam maupun budayanya. Muncul ekspektasi masyarakat Sumbawa (Tau Samawa) yang berada pada dua kabupaten yang dulunya merupakan wilayah adat Kesultanan Sumbawa yakni Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat terutama dalam hal revitalisasi adat dan budaya Kesultanan Sumbawa sebagai penjaga identitas dan marwah Tau Samawa.
Maka melalui keputusan Mudzakarah Rea ( Musyawarah Agung ) Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) pada tanggal 8 – 10 Januari 2011, dilaksanakan pengukuhan dan penobatan terhadap Datu Rajamuda (Putra Mahkota) Muhammad Abdurrahman Daeng Rajadewa menjadi Sultan Sumbawa ke XVIII dengan sebutan Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin IV. Puncak upacara penobatannya dilaksanakan pada tanggal 5 April 2011 bertepatan dengan hari ulang tahun beliau yang ke 70. Acara ini berlokasi di Istana Bala Kuning, Istana Dalam Loka, dan Mesjid Agung Nurul Huda Sumbawa Besar yang dulunya merupakan Mesjid Kesultanan Sumbawa.
Sebagai Sultan yang mengemban amanah Mudzakarah Rea LATS, Sultan Muhammad Kaharuddin IV menegaskan bahwa posisi sultan bukan sebagai alternatif pemerintahan tetapi sebagai penjaga marwah Tau Ke Tana Samawa dan melestarikan adat, pusaka, dan budaya Tau Ke Tana Samawa. Salah satu tugas utama belia adalah bersama-sama dengan Lembaga Adat Tana Samawa mendampingi Pemerintah baik pusat maupun daerah dalam pembangunan manusia Sumbawa melalui adat dan budaya.
Sumber: Majelis Adat LATS