Hari kedua Mudzakarah Rea LATS dilanjutkan dengan agenda persidangan kedua dengan menghadirkan beberapa pemateri. Narasumber Pertama adalah Dr. Erwin Fahmi, dosen Universitas Tarumanegara Jakarta, lahir di Sumbawa besar, 28 September 1959. Mengawali pendidikan sarjananya sebagai insinyur Teknik Planologi Institut Teknologi Bandung kemudian mendapatkan gelar Master of Urban and Regional Planning dari University of Sydney Australia tahun 1992 serta Doktor Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia di tahun 2002.
Etika Lingkungan Masyarakat (Petani) Sumbawa menjadi judul paparan yang beliau sampaikan kurang lebih 30 menit. Di sesi awal beliau memaparkan data dan fakta terkait persoalan (ekosistem) Sumbawa saat ini. Laju deforestasi Kabupaten Sumbawa dari tahun 2001-2021 menunjukkan bahwa hutan seluas >40.000 kali lapangan sepakbola hilang dalam 20 tahun terakhir; atau >18.000 kali lapangan sepakbola hilang dalam 5 tahun terakhir. Adapun pemicu utama deforestasi adalah penanaman tanaman semusim, terutama jagung dan perambahan hutan jati Perhutani.
Disisi lain beliau juga mengulas tentang dampak sosial ekologis sedang berlangsung yakni menguatnya banjir, kekeringan dan karhutla serta melemah (atau runtuh?)nya sejumlah institusi sosial penopang hidup bersama. Dalam dugaan sementara beliau menyatakan telah terjadi pergeseran sosiologis dalam masyarakat (petani) Sumbawa yakni kerja untuk kepentingan masyarakat dan memenuhi kewajiban peribadatan pada Tuhan
Narasumber Kedua adalah Ir. H. Badrul Munir, M.M., Direktur Eksekutif Regional Institute. Materi yang beliau sampaikan adalah Sumbawa Mandiri Pangan 2029: Mengembangkan Pangan Lokal di Era Global.
Beliau mengawali paparannya dengan menjelaskan tentang revolusi pangan di NTB yang dimulai dari masa NTB Bumi Gora, intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, pengembangan lahan kering dan kelautan hingga era industrialisasi yang berbasis sumber daya lokal dan penciptaan nilai tambah. Disamping itu juga tidak ketinggalan beliau membahas terkait kebijakan ketahanan-kemandirian-kedaulatan pangan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan.
Diakhir pembahasannya beliau menawarkan strategi menuju kemandirian pangan antara lain melalui peningkatan aksesbilitas pangan agar terpenuhinyya konsumsi pangan daerah, diversifikasi dan industrialisasi pangan hingga penguatan kelembagaan pangan. Harapannya keseluruhan strategi tersebut mampu memenuhi megatrend pangan dunia yang mengarah pada kriteria syarat kesehatan (bahan organik), kesenangan (menarik, segar dan produk etnik), kenyamanan (kemudahan cepat saji) dan prinsip halalan thayyiban (halal, beragam, bergizi, aman)
Narasumber Ketiga adalah Prof. Dahlanuddin, Guru besar Universitas Mataram.Topik yang beliau angkat dalam Mudzakarah Rea ini adalah Membangun Rantai Pasok Daging Sapi Lokal Premium asal Pulau Sumbawa. Prof Dahlan sapaan akrab beliau mengawali paparannya dengan sebuah trend kebutuhan daging sapi NTB terus meningkat. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal antara lain kebutuhan rumah tangga terus meningkat dan adanya kebutuhan pariwisata di NTB.

Disisi lain beliau juga memaparkan tentang potensi penggemukan sapi di lahan kering dan penggemukan berbasis lamtoro di Sumbawa. Penggemukan sapi berbasis lamtoro di lahan kering telah diadopsi oleh lebih dari 3000 peternak di Sumbawa dan Lombok. Pendorong adopsinya adalah teknologinya sederhana, sesuai dengan kondisi demografi dan lebih menguntungkan. Pertumbuhan ternak lebih cepat, dagingnya lebih lembut, ditambah lagi oleh proses yang tepat dan penyimpanan pada suhu 2 derajat selama 14 hari. Hal ini mampu menjadi branding: Premium Local Beef dengan jaminan daging sapi berkualitas tinggi, aman, sehat dan halal diperoleh dari ternak sapi yang dipelihara di NTB dengan pakan hijauan unggul.
Prof. Dahlanuddin juga menjelaskan perlu terobosan baru untuk memperkuat daya saing sapi lokal. Beliau melihat beberapa peluang antara lain tingginya permintaan daging sapi yang berkualitas tinggi, sehat, aman dan halal meningkat (daging premium) terutama pasar khusus (niche market) di Jakarta dan kota besar lainnya. Selain itu juga saat ini NTB menjadi tujuan wisata halal.
Narasumber keempat dalam mudzakarah ini adalah Dr. Syahrul Bosang, seorang konsultan dari GPS Farm Technical Consultant at ACOLID (Arab Company for Livestock Development). Beliau menjadi investor dalam business peternakan ayam di Indonesia dan di dunia serta menguasai GPS Farm Operation sampai ke Broiler.
Tema yang diangkat mengenai Industri Ayam Ras di Indonesia: Tantangan dan Peluang Bisnis. Secara umum beliau membahas tentang perkembangan industri ayam ras dan dinamikanya, rantai nilai komoditas ayam ras serta transformasi bisnis menuju aliansi integrasi.
Dalam pemaparannya beliau menyampaikan bahwa ayam broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain. Kelebihan yang dimilih adalah kecepatan pertambahan/produksi daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4-5 minggu produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi. Indonesia negara yang cocok untuk budidaya ayam broiler karena sensitif terhadap suhu dan kelembaban. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki suku yang relatif hangat. Sehingga, pertumbuhan ayam broiler menjadi optimal.
Beberapa alasan mengapa peluang industri dan peternakan ayam broiler menjadi daya tarik di Indonesia yakni permintaan tinggi, dibutuhkan dalam skala besar, pertumbuhan cepat, cashflow tinggi, peluang pengembangan bisnis besar dan relatif mudah dibudidayakan.
Beliau melihat adanya peluang peternak ayam ras di Sumbawa menjadi pemasok daging ayam ras dan atau pemasok telur ayam ras ke seluruh daerah defisit di Indonesia Timur terbuka lebar, oleh karena itu maka ketersediaan rumah potong ayam & cold storage untuk broiler dan PTT & POT untuk layer sangat diperlukan (AW).
Istana Bala Kuning Bersama Pengurus LATS Menerima Kunjungan Anggota DPR RI, Bapak H. Johan Rosihan, S.T
Ketua Pajatu Adat Sambutan dalam “Digitalisasi & Storytelling Warisan Budaya untuk Pendidikan Berkualitas”
Kabupaten Sumbawa Melaksanakan Pawai Sarembang Munit Adat