Mengawali pagi di hari Jum’at (28/10) yang cerah, pra acara Mudzakarah Rea Lembaga Adat Tana Samawa dimulai. Tepat pada pukul 05.30 Wita, lonceng bale jam Bala’ Puti berdentang nyaring. Juru Ara pun segera melaksanakan tugas “Bakao”, yakni menyampaikan informasi kepada masyarakat sekitar perihal pelaksanaan Mudzakarah Rea Lembaga Adat Tana Samawa. Suara Juru Ara terdengar menggema di seantero Kota Sumbawa. Sementara di Istana Dalam Loka, masyarakat mulai berdatangan. Kaum perempuan terlihat menawan dengan batedung tuntang, sedangkan kaum lelaki tampak bersahaja dalam balutan baju koko, sarung dan peci.
Di pelataran Istana Dalam Loka, grup bagonteng mulai menabuh lesung dengan alu yang telah dihias sedemian rupa. Tabuhan alu terdengar bersahut-sahutan menghasilkan alunan irama yang khas. Dalam tradisi masyarakat Sumbawa, bagonteng merupakan pertanda “tama boat” atau dimulainya suatu acara. Tradisi bagonteng kini diangkat kembali sebagai pertanda dimulainya perhelatan besar Tau Samawa, yakni Mudzakarah Rea Lembaga Adat Tana Samawa.
Usai bagonteng, para pemuka agama dan tetua adat mulai mempersiapkan satu prosesi sakral, yaitu dzikir liuk dalam. Prosesi ini dilaksanakan sebagai ikhtiar penyiapan spiritual, yakni memohon perlindungan kepada Allah SWT agar pelaksanaan Mudzakarah berjalan lancar serta mendatangkan “kerik salamat” atau keberkahan dan keselamatan bagi Tau dan Tana Samawa. Menurut Ketua Panitia Mudzakarah Rea, Syukri Rahmat, S.Ag, kata “dalam” pada ungkapan “dzikir liuk dalam” memiliki dua makna. Pertama, bahwa berzikir itu harus dilakukan dari relung hati yang terdalam atau dari kedalaman bathin yang benar-benar tulus dan ikhlas. Kedua, kata “dalam” diambil dari simbol pemaknaan Istana Dalam Loka sebagai representasi Sumbawa.
Setelah prosesi dzikir liuk dalam, selanjutnya dilakukan prosesi pengibaran Bendera Kesultanan Sumbawa (bergambar macan putih) dan Panji Lipan Api yang mengapit sisi kiri dan kanan Bendera Merah Putih. Tampak ketiga bendera tersebut berkibar dengan gagahnya, mengisyaratkan keselarasan hubungan antara Kesultanan Sumbawa dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada masa lalu, Panji Lipan Api merupakan panji perang Kesultanan Sumbawa. Panji ini telah dibuat duplikatnya pada saat penobatan Sultan Sumbawa tahun 2011 lalu, sedangkan Panji Lipan Api yang asli masih tersimpan di Pulau Bungin dan dipelihara oleh Ua’ Makadia yang merupakan keturunan Panglima Kesultanan Sumbawa, Panglima Abdullah Mayo.
Beberapa prosesi adat ini telah terlaksana dengan lancar, untuk selanjutnya beralih ke upacara pelepasan peserta Mudzakarah Rea pada sore harinya. Wakil Bupati Sumbawa dijadwalkan akan melepas secara resmi peserta Mudzakarah dari 32 kecamatan, yakni 24 kecamatan di Kabupaten Sumbawa dan 8 kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat. Peserta akan dilepas dari Bala’ Kuning dan akan diterima di Istana Dalam Loka oleh YM. Sultan Sumbawa, Bupati Sumbawa, Bupati Sumbawa Barat, Pariwa Adat Samawa dan Pariwa Adat Kamutar Telu. (MR/yh)
PYM Sultan Menganugerahkan Gelar Kehormatan Adat kepada Bupati-Wabup dan Pimpinan DPRD Sumbawa
Mudzakarah LATS 2025 di Istana Dalam Loka Jadi Pusat Pemikiran Adat Samawa
Ketua Pajatu Adat LATS memberikan Sambutan kegiatan "Sosialisasi Tata Cara Pemakaian Pakaian Adat Sumbawa"