Jumat, 28 Oktober 2022
Mengawali pagi di hari Jum’at (28/10) yang cerah, pra acara Mudzakarah Rea Lembaga Adat Tana Samawa dimulai. Tepat pada pukul 05.30 Wita, lonceng bale jam Bala’ Puti berdentang nyaring. Juru Ara pun segera melaksanakan tugas “Bakao”, yakni menyampaikan informasi kepada masyarakat sekitar perihal pelaksanaan Mudzakarah Rea Lembaga Adat Tana Samawa. Suara Juru Ara terdengar menggema di seantero Kota Sumbawa. Sementara di Istana Dalam Loka, masyarakat mulai berdatangan. Kaum perempuan terlihat menawan dengan batedung tuntang, sedangkan kaum lelaki tampak bersahaja dalam balutan baju koko, sarung dan peci.
Di pelataran Istana Dalam Loka, grup bagonteng mulai menabuh lesung dengan alu yang telah dihias sedemian rupa. Tabuhan alu terdengar bersahut-sahutan menghasilkan alunan irama yang khas. Dalam tradisi masyarakat Sumbawa, bagonteng merupakan pertanda “tama boat” atau dimulainya suatu acara. Tradisi bagonteng kini diangkat kembali sebagai pertanda dimulainya perhelatan besar Tau Samawa, yakni Mudzakarah Rea Lembaga Adat Tana Samawa.
Usai bagonteng, para pemuka agama dan tetua adat mulai mempersiapkan satu prosesi sakral, yaitu dzikir liuk dalam. Prosesi ini dilaksanakan sebagai ikhtiar penyiapan spiritual, yakni memohon perlindungan kepada Allah SWT agar pelaksanaan Mudzakarah berjalan lancar serta mendatangkan “kerik salamat” atau keberkahan dan keselamatan bagi Tau dan Tana Samawa. Menurut Ketua Panitia Mudzakarah Rea, Syukri Rahmat, S.Ag, kata “dalam” pada ungkapan “dzikir liuk dalam” memiliki dua makna. Pertama, bahwa berzikir itu harus dilakukan dari relung hati yang terdalam atau dari kedalaman bathin yang benar-benar tulus dan ikhlas. Kedua, kata “dalam” diambil dari simbol pemaknaan Istana Dalam Loka sebagai representasi Sumbawa.
Setelah prosesi dzikir liuk dalam, selanjutnya dilakukan prosesi pengibaran Bendera Kesultanan Sumbawa (bergambar macan putih) dan Panji Lipan Api yang mengapit sisi kiri dan kanan Bendera Merah Putih. Tampak ketiga bendera tersebut berkibar dengan gagahnya, mengisyaratkan keselarasan hubungan antara Kesultanan Sumbawa dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada masa lalu, Panji Lipan Api merupakan panji perang Kesultanan Sumbawa. Panji ini telah dibuat duplikatnya pada saat penobatan Sultan Sumbawa tahun 2011 lalu, sedangkan Panji Lipan Api yang asli masih tersimpan di Pulau Bungin dan dipelihara oleh Ua’ Makadia yang merupakan keturunan Panglima Kesultanan Sumbawa, Panglima Abdullah Mayo.
Beberapa prosesi adat ini telah terlaksana dengan lancar, untuk selanjutnya beralih ke upacara pelepasan peserta Mudzakarah Rea pada sore harinya. Wakil Bupati Sumbawa dijadwalkan akan melepas secara resmi peserta Mudzakarah dari 32 kecamatan, yakni 24 kecamatan di Kabupaten Sumbawa dan 8 kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat. Peserta akan dilepas dari Bala’ Kuning dan akan diterima di Istana Dalam Loka oleh YM. Sultan Sumbawa, Bupati Sumbawa, Bupati Sumbawa Barat, Pariwa Adat Samawa dan Pariwa Adat Kamutar Telu. (MR/yh)
Sabtu, 29 Oktober 2022
Acara Pembukaaan Mudzakarah Rea Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) 2022 hari ini (29/10) dibuka dengan sambutan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. Zulkieflimansyah, M.Si. Dalam sambutannya beliau mengutarakan bahwa ada antusiasme yang besar dari masyarakat Sumbawa terhadap bangkitnya adat dan menguatnya identitas. Hal ini, sejalan dengan revolusi teknologi. “Di masa depan, mungkin handphone ini sudah tidak ada. Tato chip yang akan ditanamkan dalam kulit kita untuk berkomunikasi.
Nah, dengan hal-hal seperti ini bagaimana adat bisa menjawab hal ini. Adat bukan terkait masa lampau semata, tetapi juga ada pertanyaan-pertanyaa yang harus dijawab adat terkait masa depan. Sultan Sumbawa sangat terbuka, beliau hadir lebih dulu mendahului zamannya. Kalau menurut saya, beliau adalah tokoh global, karena pemikiran-pemikiran yang beliau miliki dapat melahirkan kebijakan-kebijakan terkait adat yang tidak hanya berdampak bagi orang lokal namun juga bagi dunia global. Satu lagi yang membuat saya sangat terkesan pada Sultan Muhammad Kaharuddin IV yaitu beliau selalu memiliki visi keberagaman dan berpikir jauh ke depan,” pungkas Gubernur menutupi kata sambutannya.
Sementara itu, relevan dengan apa yang disampaikan oleh Gubernur NTB dalam sambutannya, Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin IV menyampaikan Manik Kemutarnya, yang berisi antara lain:
Pentingnya Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) menangkap tanda-tanda zaman karena perubahan dunia yang sangat cepat;
LATS milik seluruh Tau Samawa sehingga peran serta masyarakat harus ada dalam setiap lini LATS dengan syarat harus memiliki pengetahuan, kemampuan, kemauan untuk bergiat dalam pemajuan adat, bekerja ikhlas, dan mau bekerja bersama-sama;
Di tingkat global, perubahan sangat luar biasa, sehingga diperlukan suatu pegangan (parenti) bagi Tau Samawa agar dapat memiliki ketahanan dan banteng untuk beradaptasi dengan zaman yang terus berubah;
Tugas LATS ke depan, agar bersama-sama dengan masyarakat menguatkan kembali adat dan identitas Tau Samawa sehingga dapat menjaga Marwah dan Martabat Tau Tana Samawa;
Kita tidak menafikkan sejarah, namun kita harus bisa menentukan sikap bahwa kita tidak lagi kembali ke belakang, dan tidak lagi membaca sejarah melalui kacamata zaman dulu. Namun mengambil kebaikan-kebaikan dari nilai-nilai adat kita yang masih relevan untuk mencapai Kerik Selamat Tau Tana Samawa.
Di sela acara pembukaan ini Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin IV mengumumkan Muhammad Yakub Daeng Kusuma Dewa sebagai Pariwa Adat LATS Kabupaten Sumbawa yang baru. Sebagai penutup acara pembukaan, Dr. K.H. Zulkifli Muhadli sebagai Keynote Speaker menyampaikan presentasinya yang berjudul Adat Barenti Ko Syara’, Syara’ Barenti Ko Kitabullah. Acara pembukaan Mudzakarah Rea LATS 2022 ini dihadiri oleh Wakil Bupati Sumbawa, Hj. Dewi Noviany, S.Pd.,M.Pd.; Ketua DPRD Kabupaten Sumbawa, Abdul Rofiq; Budayawan Sumbawa, Dinullah Rayes, dan beberapa tokoh adat budaya Samawa lainnya. (MR/yam)
Ahad, 30 Oktober 2022
Hari kedua Mudzakarah Rea LATS dilanjutkan dengan agenda persidangan kedua dengan menghadirkan beberapa pemateri. Narasumber Pertama adalah Dr. Erwin Fahmi, dosen Universitas Tarumanegara Jakarta, lahir di Sumbawa besar, 28 September 1959. Mengawali pendidikan sarjananya sebagai insinyur Teknik Planologi Institut Teknologi Bandung kemudian mendapatkan gelar Master of Urban and Regional Planning dari University of Sydney Australia tahun 1992 serta Doktor Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia di tahun 2002.
Etika Lingkungan Masyarakat (Petani) Sumbawa menjadi judul paparan yang beliau sampaikan kurang lebih 30 menit. Di sesi awal beliau memaparkan data dan fakta terkait persoalan (ekosistem) Sumbawa saat ini. Laju deforestasi Kabupaten Sumbawa dari tahun 2001-2021 menunjukkan bahwa hutan seluas >40.000 kali lapangan sepakbola hilang dalam 20 tahun terakhir; atau >18.000 kali lapangan sepakbola hilang dalam 5 tahun terakhir. Adapun pemicu utama deforestasi adalah penanaman tanaman semusim, terutama jagung dan perambahan hutan jati Perhutani.
Disisi lain beliau juga mengulas tentang dampak sosial ekologis sedang berlangsung yakni menguatnya banjir, kekeringan dan karhutla serta melemah (atau runtuh?)nya sejumlah institusi sosial penopang hidup bersama. Dalam dugaan sementara beliau menyatakan telah terjadi pergeseran sosiologis dalam masyarakat (petani) Sumbawa yakni kerja untuk kepentingan masyarakat dan memenuhi kewajiban peribadatan pada Tuhan
Narasumber Kedua adalah Ir. H. Badrul Munir, M.M., Direktur Eksekutif Regional Institute. Materi yang beliau sampaikan adalah Sumbawa Mandiri Pangan 2029: Mengembangkan Pangan Lokal di Era Global.
Beliau mengawali paparannya dengan menjelaskan tentang revolusi pangan di NTB yang dimulai dari masa NTB Bumi Gora, intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, pengembangan lahan kering dan kelautan hingga era industrialisasi yang berbasis sumber daya lokal dan penciptaan nilai tambah. Disamping itu juga tidak ketinggalan beliau membahas terkait kebijakan ketahanan-kemandirian-kedaulatan pangan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan.
Diakhir pembahasannya beliau menawarkan strategi menuju kemandirian pangan antara lain melalui peningkatan aksesbilitas pangan agar terpenuhinyya konsumsi pangan daerah, diversifikasi dan industrialisasi pangan hingga penguatan kelembagaan pangan. Harapannya keseluruhan strategi tersebut mampu memenuhi megatrend pangan dunia yang mengarah pada kriteria syarat kesehatan (bahan organik), kesenangan (menarik, segar dan produk etnik), kenyamanan (kemudahan cepat saji) dan prinsip halalan thayyiban (halal, beragam, bergizi, aman)
Narasumber Ketiga adalah Prof. Dahlanuddin, Guru besar Universitas Mataram.Topik yang beliau angkat dalam Mudzakarah Rea ini adalah Membangun Rantai Pasok Daging Sapi Lokal Premium asal Pulau Sumbawa. Prof Dahlan sapaan akrab beliau mengawali paparannya dengan sebuah trend kebutuhan daging sapi NTB terus meningkat. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal antara lain kebutuhan rumah tangga terus meningkat dan adanya kebutuhan pariwisata di NTB.
Disisi lain beliau juga memaparkan tentang potensi penggemukan sapi di lahan kering dan penggemukan berbasis lamtoro di Sumbawa. Penggemukan sapi berbasis lamtoro di lahan kering telah diadopsi oleh lebih dari 3000 peternak di Sumbawa dan Lombok. Pendorong adopsinya adalah teknologinya sederhana, sesuai dengan kondisi demografi dan lebih menguntungkan. Pertumbuhan ternak lebih cepat, dagingnya lebih lembut, ditambah lagi oleh proses yang tepat dan penyimpanan pada suhu 2 derajat selama 14 hari. Hal ini mampu menjadi branding: Premium Local Beef dengan jaminan daging sapi berkualitas tinggi, aman, sehat dan halal diperoleh dari ternak sapi yang dipelihara di NTB dengan pakan hijauan unggul.
Prof. Dahlanuddin juga menjelaskan perlu terobosan baru untuk memperkuat daya saing sapi lokal. Beliau melihat beberapa peluang antara lain tingginya permintaan daging sapi yang berkualitas tinggi, sehat, aman dan halal meningkat (daging premium) terutama pasar khusus (niche market) di Jakarta dan kota besar lainnya. Selain itu juga saat ini NTB menjadi tujuan wisata halal.
Narasumber keempat dalam mudzakarah ini adalah Dr. Syahrul Bosang, seorang konsultan dari GPS Farm Technical Consultant at ACOLID (Arab Company for Livestock Development). Beliau menjadi investor dalam business peternakan ayam di Indonesia dan di dunia serta menguasai GPS Farm Operation sampai ke Broiler.
Tema yang diangkat mengenai Industri Ayam Ras di Indonesia: Tantangan dan Peluang Bisnis. Secara umum beliau membahas tentang perkembangan industri ayam ras dan dinamikanya, rantai nilai komoditas ayam ras serta transformasi bisnis menuju aliansi integrasi.
Dalam pemaparannya beliau menyampaikan bahwa ayam broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain. Kelebihan yang dimilih adalah kecepatan pertambahan/produksi daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4-5 minggu produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi. Indonesia negara yang cocok untuk budidaya ayam broiler karena sensitif terhadap suhu dan kelembaban. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki suku yang relatif hangat. Sehingga, pertumbuhan ayam broiler menjadi optimal.
Beberapa alasan mengapa peluang industri dan peternakan ayam broiler menjadi daya tarik di Indonesia yakni permintaan tinggi, dibutuhkan dalam skala besar, pertumbuhan cepat, cashflow tinggi, peluang pengembangan bisnis besar dan relatif mudah dibudidayakan.
Beliau melihat adanya peluang peternak ayam ras di Sumbawa menjadi pemasok daging ayam ras dan atau pemasok telur ayam ras ke seluruh daerah defisit di Indonesia Timur terbuka lebar, oleh karena itu maka ketersediaan rumah potong ayam & cold storage untuk broiler dan PTT & POT untuk layer sangat diperlukan (AW).